Rabu, 24 Agustus 2011

PERUBUHAN MASJID AL IKHLAS LANGGAR PP NO 24. TAHUN 1997


MEDAN - Sidang gugatan pembongkaran Mesjid Al-Ikhlas akan kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara di Jalan Listrik, Kamis (25/8) besok.

Sidang tersebut beragenda mendengarkan jawaban dari pihak tergugat yaitu pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Ketua Tim Advokasi Umat Islam, HMK Aldian Pinem menegaskan, sesuai jawaban dari pihak BPN tersebut, pihaknya menemukan bahwa peruntuhan mesjid Al-Ikhlas sangat bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No 24 tahun 1997, tentang agraria.

Sebelum mengeluarkan sertifikat hak pakai, lanjutnya, seharusnya pihak Badan Pertanahan Nasional melakukan investigasi ke lapangan. Apakah dilahan yang diajukan hak pakainya terdapat rumah ibadah atau tidak. Jika ada, pihak BPN tidak boleh mengeluarkan sertifikat hak pakainya.

"Kita melihat bahwa pihak BPN tidak pernah melakukan investigasi ke lapangan dan langsung mengeluarkan sertifikat hak pakai," bebernya.

Selain itu, lanjutnya, dalam pengeluaran sertifikat hak pakai itu terdapat jangka waktunya. "Dalam perkara ini, kita juga tidak melihat adanya jangka waktu dalam pemakai lahan tersebut," tambahnya.

Tak hanya itu, dalam pengeluaran sertifikat hak pakai, pihak BPN juga harus meminta surat silang sengketa (persetujuan) dari pihak pengaju sertifikat hak pakai itu yang berguna untuk mengantisipasi adanya keberatan dari pihak lain (tetangga).

Dan terakhir, kata Aldian, sketsa dalam sertifikat hak pakai yang dikeluarkan tidak boleh kosong. "Artinya, denah atau sketsa yang dibuat harus sesuai dengan yang ada dilapangan," bebernya lagi.

Aldian juga menyayangkan sikap BPN yang memasukkan lahan mesjid seluas 1600 m2 ke dalam lahan yang diajukan sertifikat hak pakainya hingga merugikan umat Islam.
"Lahan yang diajukan sertifikat hak pakainya jadi bertambah luas menjadi 9825 m2. Dimana, didalam lahan itu sudah termasuk tanah mesjid seluas 1600 m2," ujarnya seraya menyebutkan dalam sidang yang akan digelar pada Kamis mendatang, pihaknya akan mengajukan replik dari Badan Kenaziran Mesjid untuk menyangkal jawaban dari pihak BPN dan Menhan tersebut

Sumber :
Harian Waspada/Kamis, 25 Agustus 2011, Hal B2
WaspadaOnline

Sabtu, 20 Agustus 2011

MER-C Dukung Jamaah Masjid Al Ikhlas


Saturday, 20 August 2011

MEDAN – Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia Joserizal Jurnalis memberi dukungan kepada jamaah MasjidAl Ikhlas,Jalan Timor,untuk tetap berjuang hingga masjid itu berdiri kembali di tempat semula.

“Atas nama apa pun, tidak boleh ada penggusuran masjid,” kata Joserizal, salah satu aktivis kemanusiaan yang sempat disandera pasukan Israel di Kapal Mavi Marmara saat masuk ke perairan Gaza, Palestina, seusai Salat Jumat di Jalan Timor, Medan, kemarin. Joserizal mengatakan, umat Islam di negara mayoritas muslim sering terusir dan dianiaya.

Menurutnya,itu semua jangan dianggap sebagai kekalahan dan kelemahan umat,tapi bagian dari kristalisasi perjuangan umat menuju pemurniannya. Dia menyebutkan, setiap umat Islam membutuhkan ladang- ladang perjuangan untuk pemurnian keimanan dan ketakwaannya.

Karena itu, di mana pun umat Islam yang tertindas dan terusir di situlah kesempatan untuk memperjuangkannya. “Karena Allah SWT tidak membutuhkan perjuangan kita, tapi kita yang butuh untuk berjuang.Jangan pikir setelah syahadat, salat, dan haji bisa langsung masuk surga.Tidak, kita masih butuh ladang-ladang perjuangan,” tegas Joserizal.

Namun dia mengingatkan perjuangan yang dimaksud harus mengedepankan kecerdasan. Cerdas dalam berjuang, cerdas dalam emosional, dan cerdas dalam berbuat. Karena prinsip dalam jihad bukan atas dasar emosi tapi untuk mencari rida Allah SWT.

Dia menyaksikan bagaimana kekuatan-kekuatan kecil bisa mengalahkan kekuatan besar di Palestina,seperti Hamas yang meraih kemenangan terhadap Israel hanya dalam beberapa hari, begitu juga dengan Hizbullah yang dapat mengalahkan Israel dalam waktu singkat.

Di Afganistan sendiri perjuangan masih terus berlanjut melawan pendudukan Amerika Serikat yang akhirnya membuat negara adidaya tersebut terbelit krisis ekonomi yang sangat dahsyat. Khatib Salat Jumat Buhanuddin Siagian sebelumnya juga menekankan pentingnya berjuang bagi umat Islam.

Menang atau kalah dalam perjuangan tidak akan pernah menjadi persoalan di hadapan Allah SWT.Namun,hal itu akan menjadi pertanyaan jika umat Islam tidak turut berjuang. “Menang atau kalah engkau dalam perjuangan mu tidak akan pernah ditanyakan Allah SWT.Namun yang pasti ditanya berjuangkah engkau?” kata Burhanuddin.

Dia juga menyesalkan jika banyak ulama dan pemuka agama lebih banyak berdakwah soal pahala dan dosa. Seolah olah jika semua umat sudah meraih pahala, semua persoalan keumatan akan selesai. “Kenapa kita masih cerita pahala di saat masjid diruntuhkan, TKI disiksa, ekonomi kapitalisme menguasai kita. Apakah itu semua akan selesai dengan pahala?” tandasnya.

Karena itu, umat harus berjuang dan berdakwah dengan kecerdasan. Jangan hanya karena tidak ingin menyindir kepala daerah, dakwah jadi hanya seputar pahala dan dosa. Independensi sebagai ulama seharusnya terjaga dengan baik.

Berdasarkan pantauan SINDO kemarin, jamaah Salat Jumat Masjid Al Ikhlas tetap padat, meskipun harus salat di tengah terik matahari dan dalam kondisi berpuasa. Seusai salat, sejumlah jamaah melaksanakan tadarus Alquran.



Sumber : SeputarIndonesia

Jumat, 12 Agustus 2011

Tak punya IMB, sejumlah masjid terancam digusur


JAKARTA (Arrahmah.com) – Karena tidak memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) dan sertifikat tanah, sekitar 750 ribu masjid juga lebih dari satu juta mushala terancam untuk mengalami penggusuran, Republika melansir pada Sabtu (7/5/2011).

Angka tersebut diperoleh dari hitung-hitungan Dewan Masjid Indonesia (DMI).

Sementara itu, DMI mengaku belum memiliki data mengenai jumlah masjid yang telah digusur. “Kita sampai saat ini tidak ada data mengenai itu, karena kerap disembunyikan oleh pemerintah daerah,” ujar Natsir Zubaedi, Sekretaris Jenderal DMI, Sabtu (7/5). Namun begitu, ia menyebutkan dalam sepuluh tahun terakhir di Daerah Khusus Ibukota (DKI) ada lebih dari dua puluh masjid yang pernah digusur.

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) K.H. Amidhan menyatakan pemerintah harus turun tangan untuk mengatasi masalah penggusuran masjid yang semakin sering terjadi. Kasus terakhir yang mencuat ke publik adalah penggusuran Masjid al Ikhlas di Medan, Sumatera Utara. Menurutnya, kasus seperti ini memiliki kekuatan sosial kultural yang tinggi sehingga jika tidak cepat diatasi dikhawatirkan akan terjadi perdebatan serius di kalangan umat islam.

Kekuatan cultural inilah yang seharusnya penting untuk diperhatikan oleh pemerintah. “Pemerintah harus bijaksana menyikapi hal ini. Kasus seperti ini sangat sensitif dan rentan menyebabkan konflik,” ujarnya saat dihubungi Republika. Amidhan mengatakan, memang dari segi Islam penggusuran tersebut tidak masalah dilakukan. Bahkan meski status tanah yang digunakan untuk membangun masjid adalah tanah wakaf.

“Masjid pada dasarnya hanya tempat sujud, atau sejengkal tanah yang dijadikan tempat sujud,” ujarnya Namun begitu, penggusuran tersebut harus dilihat dulu dari segi kepentingannya. Ia berpendapat, penggusuran boleh dilakukan untuk membangun fasilitas publik atau kepentingan umum yang sifatnya jauh lebih penting atau mendesak.

Selain itu, untuk menghindari konflik, sebaiknya sebelum dilakukan penggusuran terlebih dahulu harus direncanakan pembangunan atau bahkan membangun terlebih dahulu ganti dari masjid yang hendak dirobohkan. “Jika memang ingin menggusur, harus dibangun dulu gantinya. Jangan asal main gusur saja,” tegasnya. Terlebih jika itu tanah wakaf. Ia menekankan jika pengganti dari bangunan yang digusur tersebut harus representatif atau paling tidak memiliki nilai yang sama.

Dalam kasus perobohan Masjid Al Ikhlas di Medan, menurutnya pemerintah harus segera mencari solusi yang terbaik agar hal ini tidak berlarut-larut. Terlebih lagi, pengganti dari masjid yang dirobohkan hanyalah sebuah mushola yang hanya mampu menampung 100 jamaah. Hal itu tentu saja tak sebanding dengan Masjid Al Ikhlas yang mampu menampung 800 jemaah didalamnya. “Kalau perlu mengeluarkan uang Negara tidak apa-apa, asal tidak menyebabkan konflik di masyarakat,” katanya.

Sementara itu, Achmad, ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) provinsi Jawa Tengah, berpendapat penggusuran masjid tersebut tetap tidak diperbolehkan dalam hukum Islam. “Bagaimanapun, masjid adalah tempat sujud. Bukan hanya nilai fisiknya saja yang perlu diperhitungkan, tetapi juga antisipasi reaksi masyarakat,” tegasnya.

Ia juga mencontohkan adanya masjid di daerah Universitas Dipenogero yang pernah juga mau digusur untuk dibangun sebuah pusat perbelanjaan. Menurutnya, hal itu tetap tidak boleh dilakukan meskipun diganti dengan tempat yang lebih baik. “Biasanya untuk menyembah Tuhan, kini diganti untuk tempat-tempat yang kurang baik penggunaannya,” katanya.

Untuk mencegah hal seperti itu terjadi lagi, ia berencana melakukan program penertiban pada seluruh masjid yang ada di Jawa Tengah. Penertiban itu dilakukan dengan cara membuat pengadaan sertifikat masjid dan mengurus Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). Selama ini menurutnya banyak masjid yang belum memiliki IMB. Hal tersebut membuat masjid mudah digusur oleh pihak-pihak tertentu.

Sementara itu, Achmad mengaku khawatir, permasalahan ini tidak hanya terjadi di satu tempat, tetapi juga ditempat lain. Dengan adanya kedua program itu, setidaknya ada pencegahan dan antisipasi yang dilakukan oleh pihak terkait seperti dewan masjid.

Natsir juga menilai seharusnya pemerintah lebih menggalakkan adanya pembangunan tempat-tempat ibadah di tempat-tempat publik seperti di rest area. Menurutnya, sekarang sudah banyak rest area yang sudah menerapkan standar pelayanan maksimal (SPM) dengan membangun tempat ibadah sebagai salah satu fasilitas bagi masyarakat. Hal itu menurutnya dapat dijadikan solusi untuk mengurangi dampak penggusuran masjid yang selama ini kerap terjadi.



Sumber : Ar-Rahmah

Selasa, 09 Agustus 2011

Kisruh Masjid Al-Ikhlas, Pangdam I BB akan gelar koordinasi sepuasnya



MEDAN - Panglima Komando Daerah Militer (Pangdam) I Bukit Barisan (BB), Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Leo Siegers akan menggelar rapat koordinasi sepuas-puasnya dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam dan tokoh agama di Sumut untuk menyelesaikan kasus ruislag Masjid Al-Ikhlas di Jalan Timor Medan. Dengan ini, masalah diharapkan selesai.

Dia menuturkan, ruislag Masjid Al-Ikhlas di Jalan Timor Medan yang memakan waktu lima tahun, dari tahun 2004-2009, pihaknya sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk masalah tersebut, meskipun tidak pernah mengundang Ormas di Masjid Al-Ikhlas karena tidak terdafatar di Pemprov. Bahkan, pihaknya sudah dipanggil di Komisi I DPR. Menurut Leo, dalam permasalahan Masjid Al-Ikhlas tersebut, pihaknya tidak gegabah karena telah melewati semua jalur.

Namun, lanjutnya, usai Lebaran, pihaknya akan menggelar koordinasi sepuas-puasnya agar tak lagi ada masalah dengan Ormas di sekitar masjid tersebut.

Sementara itu, Plt Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho mengtakan, untuk penyelesaian masalah terkait Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor, Pemprov Sumut akan memfasilitasi tokoh agama dengan TNI membicarakannya bersama setelah Idul Fitri. Pemprov Sumut, kata Gatot, juga sudah berkoordinasi dengan Walikota Medan untuk hal tersebut. Dia berharap, dengan koordinasi sepuas-puasnya itu, tidak akan ada lagi permasalahan yang timbul.

"Mudah-mudahan di koordinasi sepuas-puasnya nanti, dapat diutarakan dan clear masalahnya. Kita akan ada pembicaraan dengan SKPD, nanti kita akan buat forum dengan jajaran umat Islam soal pemindahan ruislag ini," bebernya.

Gatot juga meminta agar mengeliminir kalimat membongkar masjid yang diubah menjadi pemindahan masjid.

Ketua DPRD Sumut Saleh Bangun, mengingatkan tidak perlu melibatkan orang luar dalam mengambil penyelesaian masalah tersebut termasuk menjauhkannya dari unsur politis. Menurutnya, karena ini masalah Sumut, maka orang Sumut lah yang harus menyelesaikan.

Pada kesempatan serupa, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumut Basumi Masyarif mengingatkan, agar pihak-pihak terkait mengambil langkah-langkah intensif, terutama dari segi penamaan masalah yang bisa menimbulkan tanggapan negatif dari masyarakat. “Ini untuk mencegah provokator-provokator yang memanfaatkan situasi agar diantisipasi sejak dini,” ujarnya.


Sumber : Waspada

Jumat, 05 Agustus 2011

Berjuang Sampai Titik Darah Penghabisan



Shalat Jumat tetap dilakukan di dekat reruntuhan Masjid Al Ikhlas, sampai rumah Allah Swt kembali didirikan

SEMUA upaya membangun kembali Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan di tempat semula, telah dilakukan aliansi Ormas Islam. Namun hingga saat ini kepastian pembangunan kembali rumah Allah tersebut masih belum mendapatkan titik terang.
“Kami akan terus pertahankan Masjid tersebut. Sebab, Undang-undang (UU) telah menjamin keberadaan rumah ibadah untuk tidak dibongkar sesuai dengan koridor hukum,” tegas Ketua Umum FUI Sumut, ustad H Timsar Zubir, kepada Harian Orbit di Medan, Kamis (4/8).
Selain berdasarkan UU, kata dia, FUI juga akan mendukung tentang status keberadaan tanah dan bangunan yang telah diwakafkan kepada masyarakat.
Titik Darah Penghabisan
Dikatakan, FUI Sumut bersama aliansi Ormas Islam lainnya sudah menempuh berbagai cara untuk memperjuangkan pembangunan kembali Masjid Al-Ikhlas, baik melalui proses hukum serta lobby-lobby ke berbagai pihak baik eksekutif maupun legeslatif.
“Kami akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan, dengan satu tuntutan bangun kembali Masjid Al Ikhlas di tempat semula. Selanjutnya berserah diri kepada Allah,” ucapnya.
Lebih lanjut ustad Timsar Zubir menyebutkan, aliansi umat Islam sedang menunggu proses hukum yang sedang berjalan di pengadilan, baik itu di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) maupun Pengadilan Negeri Medan.
Sesuai jadwal, paparnya, Kamis 11 Agustus 2011 mendatang, PTUN akan menggelar persidangan dengan agenda putusan PTUN tentang status lahan Masjid Al Ikhlas.
“Kita berharap putusan tersebut akan membatalkan proses ruislag terhadap lahan Masjid Al Ikhlas,” ujar ustadz Timsar seraya menambahkan dijadwalkan persidangan itu terbuka untuk umum.
Dia mengimbau kepada seluruh aliansi Ormas Islam untuk menghadiri persidangan tersebut, memberikan dukungan terhadap kasus Masjid Al Ikhlas.
Tidak Ada Shalat Tarawih
Terkait kegiatan di lokasi rutuhan Masjid Al Ikhlas di Bulan Ramadan ini, Timsar Jubir juga menyebutkan, kegiatan tetap seperti biasa, yakni pelaksanaan Shalat Jumat berjamaah di lokasi bekas Masjid Al Ikhlas.
“Kita tidak melaksanakan tarawih bersama, karena waktunya tidak memungkinkan. Namun kita akan tetap melaksanakan Shalat Jumat berjamaah. kemudian kita gelar tadarusan,” katanya.
Menyinggung tentang perkembangan lain dari perjuangan Masjid Al Ikhlas, dirinya, mengaku hingga saat ini belum ada perkembangan signifikan.
“Namun pernyataan Walikota yang menegaskan tidak akan memberi izin kepada pengembang, sebelum membangun kembali Masjid Al Ikhlas, merupakan sudah kemajuan yang menggembirakan bagi kita,” kata dia


Sumber : HarianOrbit

Hormati Fatwa MUI


Rahmat Shah

Medan-:Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Rahmat Shah meminta agar semua pihak menghargai dan menghormati Fatwa MUI. Karennya, Masjid Al- Ikhlas tidak bisa dibongkar begitu saja.
Dikatakan, Tanah wakaf tidak bisa diperjualbelikan, dihibah atau diwariskan kepada siapapun. Sebab itu, DPD RI meminta agar dirumuskan dan dibuat ketentuan seperti Peraturan Daerah (Perda) yang dapat diterapkan.
Misalnya, tidak dibenarkan melakukan perubahan peruntukan bangunan rumah ibadah dari agama apapun sebelum ada penyelesaian baik berupa hasil musyawarah, ruislag, ganti rugi, maupun putusan hukum.
Apalagi, mengedepankan kepentingan ekonomis, seperti untuk perluasan lahan pertokoan, perumahan, maupn perkantoran.
“Keadilan harus senantiasa ditegakkan dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat,” ujar Rahmat.
Selanjutnya ia menghimbau agar tokoh-tokoh agama dan ormas Islam tetap bersatu, jangan sampai terpecah-belah dengan iming-iming dan pemberian dari oknum yang diutus oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mengalihkan isu



Sumber : HarianOrbit

Kasus Masjid Al-Ikhlas ke PBB



Masjid Al Ikhlas yang dihancurkan, tinggal reruntuhan
“Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam harus bergandengan tangan agar tidak mudah dipecah belah.”
Medan-ORBIT:Kasus penghancuran Masjid Al-Ikhlas di Jalan Timor bukan hanya persoalan umat Islam di Kota Medan.
Tindakan penghancuran rumah Allah ini juga sudah menjadi kasus nasional bahkan dunia internasional. “Kita akan sampaikan laporan ke Mahkamah International HAM PBB,” ujar ketua KAHMI Kota Medan, Hasyim Purba.
Menurut Hasyim, saat ini semua materi dan data-data yang dibutuhkan untuk membuat laporan ke Mahkamah International HAM PBB akan segera diselesaikan.
Karena perubuhan Masjid tersebut merupakan pelanggaran HAM. Hasyim Purba, menegaskan seluruh ormas Islam sepakat untuk mengikuti fatwa MUI Medan dan Sumut, yakni status Masjid Al-Ikhlas adalah tanah wakaf.
Sementara itu Tim Pembela Masjid Al-Ikhlas, Hamdani Harahap, mengatakan tanah wakaf hanya bisa dialihkan untuk kepentingan umum. Sedangkan secara substansi pembangunan di lahan Al-Ikhlas bukan untuk kepentingan umum.
Sedangkan, Indra Suheri dari Forum Umat Islam (FUI) Sumut, mengatakan pada perobohan Masjid yang berada di kompleks Kodam I/BB mengandung unsur adu domba. Sehingga ia mengharapkan ormas-ormas Islam dapat bergandengan tangan agar tidak mudah dipecah belah


Sumber : HarianOrbit

MUI Sumut Kembali Tegaskan


Aliansi Ormas Islam meminta dukungan MUI Pusat terkait kasus perubuhan Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan. Rombongan diterima Ketua MUI KH Mar’uf Amin, K Tengku Zulkarnaen, KH Cholil Ridwan dan pengurus MUI lainnya.
Status Masjid Al-Ikhlas Wakaf
KASUS Masjid Al-Ikhlas Medan semakin runyam. Ini menyusul keluarnya surat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Utara (Sumut), yang menyatakan Masjid yang kini menjadi sengketa itu sebagai wakaf.
Dengan demikian, tindakan Kodam I/Bukit Barisan yang telah menggusur dan menukar guling bangunan Masjid sebagai tindakan salah sesuai dengan ketentuan Islam.
Kepastian itu dinyatakan MUI Sumut berdasarkan suratnya No C.179/DP-P II/SR/VIII/2011 tanggal 19 Juli 2011 kepada Forum Umat Islam (FUI) Sumut.
Surat ditandatangani Ketua Umum MUI Sumut, Abdullah Syah, dan Sekretaris MUI Sumut, Hasan Bakti Nasution. Dalam konsideran surat MUI Sumut itu ditegaskan, Masjid Al-Ikhlas adalah wakaf.
Tidak Bisa Diperjualbelikan
“Pada Masjid tersebut berlaku fatwa MUI Sumut tanggal 16 Februari 1982, yaitu menjadi wakaf dan tidak bisa diperjualbelikan, kecuali setelah proses hukum wakaf sesuai keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam No DJ-II/522 tahun 2010,” kata salah seorang aktivis FUI Sumut, Affan Lubis.
Menurutnya, keluarnya surat MUI Sumut, semakin memantapkan FUI Sumut untuk memperjuangkan Masjid Al-Ikhlas dibangun kembali.
“Ini menambah kekuatan kami untuk mengembalikan Masjid Al-Ikhlas sebagaimana sediakala,” katanya. Sebagaimana yang terus diperjuangkan ormas Islam ini, lanjutnya berbagai pengaduan dan gugatan hukum atas dirubuhkannya Masjid Al-Ikhlas sudah dilakukan.
Walapun, Kodam I BB merasa berhak atas Masjid itu, karena memiliki sertifikat hak pakai atas tanahnya yang menjadi satu kesatuan dengan kantor perhubungan Kodam I BB di Jalan Timur, Medan.
Dia mengakui, berbagai pihak sudah mencoba menengahi sengketa antara jamaah dengan Kodam I BB tersebut. Termasuk menyoalnya melalui proses pengadilan. Namun, jamaah yang diwakili FUI Sumut kukuh meminta agar Masjid Al-Ikhlas dibangun kembali di tempat semula.

Sumber : HarianOrbit

MASJID AL IKHLAS SEBELUM DIBONGKAR

MASJID AL-IKHLAS DIBONGKAR

AKTIFITAS MASJID AL-IKHLAS SETELAH DIROBOHKAN

AUDIENSI KAPOLRESTA/3 SEPT 2010

PELANTIKAN FUISU-MEDAN

DAUROH FUI-SU

INVESTIGASI ASAHAN JILID2

BANTUAN KE SUMBAR

sitti iklan

IKLAN