Senin, 19 September 2011

Yusril: Jangan Biarkan Medan Jadi Ambon Kedua

Yusril Ihza Mahendra, khatib shalat Jumat di reruntuhan masjid 9 Masjid Tergusur Demi Kepentingan Bisnis SATU persatu masjid di Kota Medan tergusur dan dihancurkan. Paling menyakitkan, penghancuran rumah Allah itu tak lain demi kepentingan bisnis dan uang. Meski demikian, umat Islam di Kota Medan serta Sumatera Utara, masih mampu menahan kemarahannya dan melakukan upaya perlawan sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di Indonesia. Namun bila pemerintah dan instansi terkait terkesan tidak perduli, sampai kapan batas kesabaran itu bisa tertahan, jawabnya hanya Allah-lah yang maha mengetahuinya. Dalam catatan Harian Orbit, sedikitnya ada sembilan masjid di Sumatera Utara yang telah tergusur dan dirusak oleh orang tidak bertangungjawab. Bahkan enam masjid di antaranya terdapat di Kota Medan yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara dan memiliki 60 persen penduduknya memeluk agama Islam. Keenam masjid tersebut, masing-masing Masjid Al Hidayah di Gang Buntu Komplek PJKA Medan yang kini sedang dibangun perumahan elit. Kemudian, Masjid Ar Ridho di kawasan Polonia Medan, Masjid Jenderal Sudirman di Jalan Jamin Ginting Padang Bulan yang juga sudah dibangun perumahan elit. Selanjutnya, Masjid At Thyyiobah di Jalan Multatuli Medanyang tergusur karena oleh perumahan Taman Multatuli. Baru-baru ini Masjid Raudhatul Islam di Jalan Paringatan/Jl Yos Sudarso Medan yang juga tergusur karena di lokasi itu direncanakan dibangun perumahan elit dan terakhir Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor di Kompleks Eks Hubdam I/BB di Jalan Timor Medan. Disamping itu, masih ada lagi masjid yang berada di Kota Medan dan sekitarnya yang terancam digusur, yakni Masjid Ar Rahman di Brigjen Katamso Gang Pelita 2 Medan dan Masjid Nurul Hidayah di kawasan Medan Estate yang berada di dekat Komplek perumahaan MMTC Jalan Pancing. Masih ada lahan masjid An Nur di kawasan Desa Helvetia Kecamatan Sunggal, Deliserdang yang dicaplok pihak pemerintahan desa dan akan dibangun kantor Kepala Desa Helvetia. Sedangkan tiga masjid lain di luar Kota Medan yang dirusak dan dibakar, yakni Masjid Fi Sabilillah di Porsea Tapteng serta Masjid Nurul Hikmah dan Masjid Taqwa di Aek Loba di Kabupaten Asahan. Hukum Dasarnya Adalah Nurani Kasus penggusuran masjid Kota Medan otomatis banyak mendapat perhatian dari tokoh-tokoh nasional, Setelah KH T Zulkarnai dari DPP MUI Pusat dan Eggy Sudjana, Yusril Ihza Mahendra juga memberikan dukungan terhadap perjuangan umat Islam. Mantan Menteri Mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkum HAM) tampil sebagai khatib dan imam pada shalat Jumat di lokasi bekas Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor Medan, Jumat (16/9). Anak pendiri Masyumi ini dalam ceramahnya meminta kepada semua pihak, khususnya pihak Kodam I/BB, pengembang serta pemerintah pusat dan daerah, agar bertindak reaktif ikut memecahkan permasalahan Masjid Al Ikhlas Jalan Timor Medan. “Jangan sampai kasus Masjid Al Ikhlas ini ini dibiarkan dan dipelihara hingga menjadi konflik SARA. Bila dibiarkan Kota Medan ini bisa jadi Ambon kedua,” tegas Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini. Mantan menteri Sekretaris Negara yang disebut-sebut akan maju sebagai Calon Presiden RI pada 2014 ini juga menilai tindakan ruislag oleh pihak pengembang, merupakan penodaan agama serta berpeluang menimbulkan konflik. “Konflik tentang perubuhan masjid ini tak perlu terjadi bila semua pihak terutama Kodam I BB, kontraktor dan pemerintah dapat bijaksana dengan terlebih dahulu mengajak dialog para jamaah masjid,” tukas intelektual muslim yang dikenal sebagai sosok melawan terhadap kedzaliman ini. Mantan Menteri Mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkum HAM) juga menyambut baik adanya pengajuan proses hukum permasalahan ini dan diharapkan bisa menjadi pemecah permasalahan yang ada. “Namun memang hukum harus ditegakkan. Tapi hukum jangan harus kaku karena itu hukum dasarnya adalah nurani. Karena itu saya harap dengan penegakkan hukum atas permasalahan ini dapa diterima semua pihak nantinya,” ujarnya lagi. Dalam khutbahnya Yusril juga mengkritisi tak ada langkah progresif dari pemerintah untuk mengajak dialog semua yang bertikai guna mencari jalan keluar permasalahan ini. Dirinya meminta agar semua pihak lebih mengedepankan mediasi untuk menyelesaikan masalah pembongkaran Masjid Al Ikhlas. “Pemerintah dari laporan yang saya terima hanya menerima keluhan jamaah saja, namun langkah progresif untuk penyelesaian tak ada sama sekali,” tukasya. Yusril menilai sesuai kaidah hukum Islam pendirian masjid di suatu tempat telah menjadi wakaf bagi umat disekitarnya. Karena itu perubuhan sebuah masjid seharusnya hendaknya memperhatikan aspirasi jamaah yang selama ini shalat di masjid tersebut. Usai melaksanakan shalat Jumat, Yusril kemudian meninjau ke lokasi reruntuhan masjid Al Ikhlas. “Saya akan berusaha melakukan pembicaraan kepada beberapa pihak guna dapat segera menyelesaikan perkara tersebut,” ucap Yusril kepada pengurus aliansi ormas Islam. Menurut dia, pembongkaran Mesjid Al Ikhlas yang telah berdiri sejak tahun 1975 ini sebenarnya tidak perlu terjadi. “Jika masjid sudah berdiri, maka status tanah menjadi wakaf, tidak dapat diperjualbelikan dan seutuhnya milik masyarakat,”ujarnya. Sebelumnya, pihak Kodam dengan ormas Islam sudah beberapakali melakukan pertemuan untuk membicarakan permasalahan Masjid Al Ikhlas Jalan Timor. Namun, belum ada kesepakatan karena masing-masing pihak tetap bersikukuh atas sikapnya. Bersihkan MUI Medan dari ‘Ulamaus-su’ KASUS perubuhan masjid di Kota Medan mendapat kecaman dari Front Umat Islam (FUI) Sumatera Utara. Ormas Islam ini meminta MUI Pusat segera mencopot oknum pemuka agama atau ustaj yang berlindung di balik jubah dan kedudukan di MUI Kota Medan. Ketua Umum FUI Sumut, H Sudirman Timsar Zubil mengungkapkan, dari catatan pihaknya ada dua masjid di Kota Medan, yakni Masjid At-Thayyibah di Jl Multatuli dan Masjid Raudhatul Islam di Jl Paringatan/Jl Yos Sudarso Medan, tergusur dan dihancurkan yang melibatkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Medan. “Kedua masjid itu tergusur setelah keluarnya dua fatwa dari MUI Kota Medan yang merekomendasikan Masjid At-Thayyibah dan Masjid Raudhatul, boleh digusur,” ketus Timsar Jubil. Akibat fatwa dikeluarkan MUI Kota Medan tersebut, papar Timsar, menjadi dasar bagi para pengembang melakukan penghancuran dua rumah Allah dan dibangun menjadi kawasan perumahan elit. “Kami mendesak pimpinan MUI Kota Medan harus mundur atau dimakzulkan dari kepemimpinan MUI Kota Medan. Bila Zulfikar Hajar yang terlibat kasus penggusuran Masjid Al-Ikhlas dinyatakan sebagai Ulamaus-su’, maka tidaklah adil jika yang terlibat pengggusuran Masjid At-Thayyibah dan Raudhatul Islam tidak mendapat predikat yang sama,” ucapnya. Timsar berharap kepada Ormas Islam serta para ulama di MUI, supaya membersihkan lembaga MUI Kota Medan dari ulamaus-su’. Sehingga MUI Kota Medan benar-benar menjadi wadah bagi para ulama yang melayani kepentingan umat Islam, bukan menjadi alat pengusaha dan penguasa. Terkesan Dibiarkan Timsar menegaskan, konspirasi penguasa, pengusaha dan MUI Kota Medan dalam kasus penggusuran kedua Masjid di atas tampak jelas dari proses pengambilan keputusan mengeluarkan fatwa MUI Kota Medan. “Alasan pertimbangan fatwa MUI Kota Medan itu disinyalir terjadi manipulasi data dan keberpihakan kepada pengembang,” ungkap Timsar seraya menambahkan pada umumnya di lahan masjid yang tergusur berdirilah bangunan megah (perumahan/ruko) milik para pengusaha kapitalis. Mengenai dua kasus penggusuran Masjid At-Thayyibah dan Masjid Raudhatul, Timsar mengatakan, sampai saat ini permasalahan tersebut terkesan dibiarkan. Sehingga para ulamaus-su’ tetap aman dan memanfaatkan lembaga keagamaan untuk kepentingan mereka, bukan untuk kepentingan agama dan ummat Islam. “Ulah para ulamaus-su’ ini sangat merugikan dan merusak citra ulama di mata umat Islam. Karenanya Tidak boleh tidak, MUI Pusat secepatnya harus menyikapi permasalahan ini,” tegas Sudirman Timsar Zubil dalam surat khususnya yang dikirim ke Harian Orbit. Hancurkan Tembok ‘Hijau’ LAMBANNYA sikap Pemprovsu ataupun Pemko Medan, menyikapi persoalan Masjid Al Ikhlas Jl Timor dikhawatirkan memicu kemarahan umat Islam di Kota Medan. Sudah lebih kurang empat bulan rumah ibadah umat Islam telah dihancurkan dan lokasinya juga telah ditutup tembok ‘hijau’. Namun hingga kini belum terlihat adanya upaya dari Pemko dan Pemprovsu menyelesaikan masalah ini. “Kami sudah melakukan audiensi dengan Plt Gubsu Gatot Pujo Nugroho dan Walikota Medan, Rahudman Harahap. Kedua pejabat tersebut berjanji akan menyelesaikan persoalan ini,” katanya. Tetapi, ungkapnya pula, sampai kini belum ada titik terang penyelesaian masalah,” kata Ketua Persatuan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Sumatera Utara, Indra Safi’i kepada harian Orbit di Medan. Indra mengungkapkan, pihaknya bersama aliansi Ormas Islam yang tergabung dalam perjuangan pembangunan kembali Masjid Al Ikhlas, banyak menerima desakan dari jamaah agar melakukan perlawanan secara tegas. “Banyak jamaah mendesak kita supaya menghancurkan tembok ‘hijau’ yang menutup akses ke bekas lahan Masjid Al Ikhlas. Namun kita menahannya, karena kita tidak mau perjuangan kita ini menjadi anarkis dan akan disusupi kepentingan lain,” ucap Indra. Indra mengaku, sampai saat ini aliansi Ormas Islam tetap melakukan upaya persuasif dalam perjuangan pembangunan kembali Masjid Al Ikhlas di lahan semula, yakni dengan melakukan upaya gugatan ke PTUN, lobi-lobi ke berbagai pihak terkait dan meminta dukungan dari tokoh-tokoh nasional dan shalat jumat berjamaah di lokasi bekas Masjid Al Ikhlas di Jalan Timor. Umat Islam Akan Terpancing Indra menambahkan aliansi ormas Islam juga telah menyurati kembali DPR RI dan Walikota Medan agar segera mengambil sikap tegas menyikapi permasalahan Masjid Al Ikhlas. “Pada Ramadhan lalu, Sekda Medan telah berjanji kepada kami. Katanya pak wali akan mempertemuan antara Ormas Islam dengan pihak pengembang serta pihak Kodam. Kami sudah menyurati kembali, kapan pertemuan itu bisa digelar,” paparnya. Lebih lanjut dikatakan, aliansi Ormas Islam juga sudah menyurati DPR RI, meminta agar DPR RI segera menggelar RDP terkait kasus Masjid Al Ikhlas ini. Surat ini dilayangkan, mengingat pada audiensi Ormas Islam ke DPR RI beberapa bulan lalu, pihak DPR RI berjanji akan mengagendakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) menyikapi kasus ini. Indra berharap, Walikota Medan dan Plt Gubsu memberikan perhatian serius menyikapi persoalan Masjid Al Ikhlas ini. “Kami mengkhawatirkan bila pemerintah tetap tidak peduli, umat Islam akan terpancing kemarahannya. Kita semua tidak menginginkan terjadi kekacauan di daerah ini, terlebih konflik bernuansa SARA,” ucapnya. Masjid Hancur, Hiburan Malam Menjamur KIAN hari Kota Medan sudah menjadi kota maksiat. Dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir sejumlah masjid hancur oleh tangan-tangan tak bertanggungjawab, sedangkan di sisi lain hiburan malam menjamur. Parahnya lagi lokasi hiburan malam itu berdiri kerap berdekatan dengan rumah ibadah dan sekolah. Padahal Perda Kota Medan No 37 tahun 2002, tentang pendirian lokasi dan hiburan umum yang mengatur jarak terhadap sekolah dan rumah ibadah sekira 500 meter. “Konteks keagamaan tidak lagi menjadi perhatian. Kapitalis ekonomi yang lebih diutamakan,” tegas Ketua Badan Koordinasi (Badko) Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (HMI) Sumatera Utara, Dedi Andhika kepada harian Orbit di Medan. Andika melihat, saat ini kepentingan ekonomi lebih diutamakan dari konteks keagamaan dan dunia pendidikan. Sehingga, hukum agama dan Perda yang dibuat tahun 2002 dikangkangi. Dia menduga, pihak instansi terkait dengan pengusaha hiburan malam seperti sudah ada kongkalikong. Sehingga, izin peruntukkannya dengan mudah dikeluarkan tanpa melihat kondisi disekeliling hiburan tersebut. “Inilah salah satu bentuk kapitalis, dimana peruntukannya lebih mengutamakan kepentingan ekonomi tanpa mementingkan kontes Agama dan Dunia pendidikan,” terangnya. Menyangkut masjid yang dirubuhkan sementara hiburan umum semakin menjamur, Ia menerangkan penyebabnya kurangnya persatuan dan kerjasama yang baik di antara ormas Islam yang ada di Sumatra Utara, sehingga kaum kapilitasi merajalela. Sumber : HarianOrbit

1 komentar:



  1. Bismillahir Rahmanir Rahim

    Web: almawaddah.info

    Salam

    Kepada;

    Mereka yang berkenaan

    Tajuk: "Nama-nama perawi Syiah dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim"
    https://forums.alkafeel.net/showthread.php?t=29234

    "Nama-nama perawi Syiah dalam Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim".

    1. Jika Syiah itu difatwakan sesat atau dikeluarkan dari agama Islam oleh para mufti dan para penguasa Malaysia pada 5.5.1996, maka apakah kedudukan Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim itu perlu dinilai kembali atau tidak sahih lagi kerana sebahagian perawinya adalah Syiah?

    2. Apakah al-Bukhari dan Muslim juga turut difatwakan sesat atau tidak boleh dipercayai lagi atau terkeluar dari agama Islam kerana mereka berdua telah menerima para perawi Syiah dalam Sahih-Sahih mereka berdua?

    3. Para mufti dan para penguasa Malaysia telah mewartakan Syiah sebagai sesat pada 5.5.1996.Ini bererti mereka telah menyesatkan sebahagian perawi Hadis Sahih al-Bukhari dan Sahih Muslim!

    4. Ia menyalahi fatwa para Syeikh Azhar, Declarasi Amman dan Perlembagaan Persekutuan.

    5. Tidakkah para mufti dan para penguasa Malaysia mengatasi peranan Allah SWT dalam menentukan definisi seorang Muslim? Apakah mereka lebih pandai daripada Allah SWT?

    6. Tidakkah para mufti dan para penguasa Malaysia mengatasi peranan Nabi SAW dalam menentukan definisi seorang Muslim? Apakah mereka lebih pandai daripada Nabi Muhammad SAW?

    7. Tidakkah Islam itu rahmatan lil Alamin?

    8.Tidakkah mereka dipengaruhi oleh fahaman Wahabi Takfiri kerana Wahabi mengkafirkan semua orang Islam selain daripada penganut Wahabi. Sedangkan ketua mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah al-Asya’irah, Abu al-Hasan al-Asy'ari berkata: "Kami tidak mengkafirkan seorang pun di kalangan ahli Qiblat" (al-Ibanah, hlm. 10).

    9. Justeru, fatwa dan enakmen pengharaman Syiah pada 5.5.1996, hendaklah dibatalkan kerana ia berasaskan mazhab Ahli Sunah Wal Jamaah dari segi akidah, syariah dan akhlak (e-fatwa), bukan berasaskan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.

    10. Para mufti dan para penguasa Malaysia telah mengeluarkan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW sebagai asas agama Islam mulai 5.5.1996 bagi tujuan mengharamkan Syiah dan menukarkannya dengan mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah (sila lihat, SURAT PM di laman: almawaddah. info).

    11. Ia memberi implikasi bahawa mereka telah memertabatkan mazhab Ahli Sunnah Wal Jamaah lebih tinggi daripada al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW itu sendiri.

    12.Justeru, Malaysia bukanlah sebuah negara Islam dari segi undang-undang kerana para mufti dan para penguasa Malaysia tidak mewartakan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW sebagai asas agama Islam mulai 5.5.1996. Sementara Perlembagaan adalah undang-undang tertinggi Negara Malaysia, bukan al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.
    https://keep.line.me/s/Dg9O1W5x3CyZh7KgLGITVNEy18cV76dX3C1YwDN9MQI




    BalasHapus

MASJID AL IKHLAS SEBELUM DIBONGKAR

MASJID AL-IKHLAS DIBONGKAR

AKTIFITAS MASJID AL-IKHLAS SETELAH DIROBOHKAN

AUDIENSI KAPOLRESTA/3 SEPT 2010

PELANTIKAN FUISU-MEDAN

DAUROH FUI-SU

INVESTIGASI ASAHAN JILID2

BANTUAN KE SUMBAR

sitti iklan

IKLAN