Kamis, 21 Oktober 2010

SURAT FUI-SU KEPADA PRESIDEN RI

Kepada Yth: Medan, 27 September 2010
Presiden Republik Indonesia
Bapak Susilo Bambang Yudhoyono
Di Jakarta

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan hormat,

Taqabbalallahu minna wa minkum, minal ‘aidin wal faizin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H, mohon ma’af lahir dan batin.
Selanjutnya, saya sampaikan apresiasi atas pidato Bapak di pelataran Istana Negara pada tanggal 11 September 2010 yang lalu. Dimana, pernyataan Bapak yang mengecam keras rencana Terry Jones untuk membakar Al Qur’an serta perusakan rumah ibadah agama apapun sebagai tindakan yang tidak beradab. Pernyataan Bapak tersebut selain mewakili rasa keadilan, kebenaran dan nurani kemanusiaan, seyogyanya terwujud pula dalam sikap, kebijakan, dan tindakan yang realisasinya tentu dilakukan oleh pejabat dan aparat sesuai dengan bidang kewenangannya.
Sehubungan dengan hal tersebut, saya melihat acapkali terjadi sikap dan kebijakan pejabat dan aparat yang tidak sejalan dengan rasa keadilan, kebenaran, dan nurani kemanusiaan yang tercermin dari pidato Bapak di pelataran Istana pada tanggal 11 September 2010 tersebut.
Sebagai contoh dari hal-hal yang tidak sejalan dengan isi pidato Bapak tersebut, di bawah ini saya kemukakan dua kasus yang berpotensi sangat tinggi untuk memicu timbulnya konflik horizontal yang bernuansa SARA;
1. Penghancuran Masjid At-Thayyibah di Lingkungan I Jalan Multatuli, Kelurahan Hamdan, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan pada tanggal 10 Mei 2007 oleh preman-preman bayaran Direktur PT. Multi Indah Lestari (MIL) Drs. Benny Basri. Peristiwa tersebut terjadi pada saat proses hukum (Kasasi) sengketa lahan belum diputus oleh Mahkamah Agung, dan karenanya mustahil ada perintah eksekusi dari pengadilan. Dengan demikian, penghancuran Masjid At-Thayyibah tersebut jelas tindakan kriminal yang bukan merupakan delik aduan. Ironinya, perbuatan criminal tersebut diamankan (dikawal) oleh puluhan Brimob POLDASU yang bersenjata lengkap sehingga pernyataan memerangi premanisme oleh Polisi menjadi tidak bermakna. Yang paling menyedihkan, sampai saat ini perbuatan kriminal (penghancuran Masjid) tersebut, meski telah dilaporkan kepada POLDASU, Bareskrim MABES POLRI, dan terakhir kepada KAPOLRI dengan surat Forum Umat Islam Sumatera Utara (FUI-SU) tanggal 28 September 2007 Nomor: 11/FUI-SU/IX/2007 yang diterima oleh Ajudan/Staf KAPOLRI, Bripda Sendhi Januarlin, namun laporan tersebut tidak ditanggapi sama sekali. Padahal setiap pergantian KAPOLDA SUMUT saya tetap menanyakan hal tersebut dalam audiensi dengan KAPOLDA yang baru.
2. Pembakaran yang ketiga kalinya Masjid Fi Sabilillah pada tanggal 27 Juli 2010 di Desa Lumban Lobu, Kecamatan Bonatua Lunasi, Kabupaten Toba Samosir, Provinsi Sumatera Utara oleh orang yang tidak dikenal dan sampai sekarang belum ada yang ditangkap sebagai tersangka. Akan tetapi, KAPOLDASU telah membuat pernyataan yang disiarkan media massa, bahwa pembakaran Masjid Fi Sabilillah tersebut dilakukan oleh orang Islam sendiri. Karena merasa tidak masuk akal, saya dengan beberapa pengurus FUI-SU melakukan investigasi ke lokasi Masjid Fi Sabillallah tersebut menemui nazir dan jama’ah/masyarakat. Ternyata, alasan pembakaran Masjid tersebut oleh orang Islam karena perebutan harta warisan dan pengurus Badan Kenaziran Masjid (BKM) seperti yang disampaikan KAPOLDASU Irjen. Pol. Oegroseno tidak pernah terjadi. Nazir dan jama’ah Masjid Fi Sabilillah yang minoritas di tengah-tengah mayoritas pemeluk agama Kristen hidup rukun dan solid. Lalu, kenapa dan maksud apa KAPOLDA SUMUT membuat pernyataan yang tidak berdasar tersebut?
Tidakkah disadari bahwa pernyataan tersebut berakibat umat Islam merasa diperlakukan tidak adil dan diskriminatif? Bahwa hal tersebut akhirnya dapat menjadi bahan bagi para provokator untuk menimbulkan tindakan anarkis, dan bahkan terror! Bagaimana mungkin gerakan melawan Pemerintah oleh orang-orang yang merasa dizalimi akan dapat dihentikan bila hanya dilakukan dengan “pola menampung air hujan tanpa memperbaiki atap yang bocor.” Perlawanan kepada Pemerintah baru akan dapat diberhentikan jika akar pemasalahannya diselesaikan sehingga tidak ada lagi alasan untuk merasa diperlakukan tidak adil dan tidak manusiawi yang akan dijadikan dasar atau pembenaran untuk melakukan perlawanan terhadap Pemerintah.
Demikianlah saya sampaikan kepada Bapak sebagai kontribusi saya untuk mendapatkan solusi bagi berbagai masalah yang dihadapi bangsa dan Negara. Semoga bermanfaat dan diridhoi oleh ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala. Amiin…

Wassalam,


Timsar Zubil
Ketua Umum Forum Umat Islam Sumatera Utara

Selamatkan Masjid Al-Ikhlas Dari Penggusuran

Dalam suatu kesempatan, menjawab pertanyaan audience, Maulana Pohan (mantan wakil Walikota Medan) menyatakan bahwa, sesungguhnya fasilitas umum (rumah ibadah, rumah sakit, dan lain-lain) tidak boleh di Ruislag. Sebagai contoh beliau menyebutan Mesjid Dirgantara dan Rumah Sakit Abdul Malik di Polonia, yang semula akan di Ruislag pihak AURI, namun tidak jadi terlaksana karena Pemko Medan berkeberatan dengan alasan Masjid dan Rumah Sakit adalah merupakan fasilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak. Sampai sekarang Mesjid dan Rumah Sakit tersebut masih tetap berfungsi seperti sediakala.
Dari pernyataan dan kenyataan yang disampaikan oleh mantan wakil Walikota Medan itu tentulah dapat disimpulkan bahwa, ada dasar hukum (Undang-undang, Hukum, atau peraturan yang melindungi fasilitas umum dari Penggusuran yang merugikan kepentingan orang banyak (Masyarakat luas).
Akan tetapi adalah merupakan kenyataan pula bahwa, tidak sedikit fasilitas umum yang tergusur, digusur untuk kepentingan segelintir orang (Kapitalis) dan acapkali dilakukan dengan cara-cara yang melanggar hukum, seperti penggusuran Masjid At – Thayyibah yang dilakukan ketika proses hukum (Kasasi) atas lahan Masjid dan sekitarnya, sedang berjalan dan belum diputus oleh Mahkamah Agung. Preman-preman bayaran Direktur PT. MIL, Benny Basri, meluluh lantakkan Masjid At-Thayyibah dengan pengawalan puluhan anggota Brimob Poldasu yang bersenjata lengkap. Selain dari tu banyak lagi fasilitas umum lainnya (Masjid, Sekolah, Tanah Lapang, dll) yang telah digusur atau yang terancam akan digusur. Antara lain Masjid Al-Ikhlas di jalan Timor (ex. Kantor Hubdam I / BB).
Untuk kasus tersebut diharapkan Pemko Medan memberikan perhatian yang sebesar-besarnya, sehingga dengan perhatian itu mudah-mudahan penggusuran Masjid Al-Ikhlas dimaksud akan dapat dicegah. Memang benar proses Ruislag telah selesai dan secara hukum lahan Masjid yang pada setiap hari Jum’at menampung sekitar 800 orang Jemaah beribadah di dalamnya, itu telah sah menjadi milik pengembang.
Pengembang telah membangun kantor Hubdam I / BB yang baru beserta pengganti Masjid Al-Ikhlas di Desa Namurambe Kab. Deli Serdang. Akan tetapi Pangdam I / BB, May.Jen. Burhanuddin Amin tidak setuju pengganti Masjid Al-Ikhlas dibangun di desa Namorambe yang berjarak belasan kilometer dari lokasi sebelumya di jalan Timor Medan. Dikarenakan tidak mendapatkan lahan di sekitar Masjid Al-Ikhlas maka pihak pengembang merenovasi Mushalla Al Abrar yang terletak di Kompleks PJKA lingkungan III Jalan Gaharu Medan, dimaksudkan sebagai pengganti Masjid Al-Ikhlas. Mushalla yang luasnya sekitar 10 x 10 m dan hanya dapat menampung sekitar 100 orang di dalamnya tentu saja tidak cukup sebagai penganti Masjid Al-Ikhlas yang setiap hari Jum’at dihadiri sekitar 800 orang Jemaah yang beribadah di dalamnya.


Ketika beraudiensi dengan Pangdam I/BB May.Jend. Burhanuddin Amin, penulis mengusulkan penggantian harga lahan Masjid Al-Ikhlas kepada pihak pengembang sebagai solusi agar Masjid Al-Ikhlas tidak dibongkar, dan pengembang juga tidak dirugikan. Pangdam I/BB, May.Jend Burhanuddin Amin merepons positif usulan tersebut dan memerintahkan Aslog Kodam I/BB, Let.Kol. Maryono untuk menindak lanjutinya.
Dalam pertemuan dengan Aslog Let. Kol. Maryono beliau menanyakan siapa yang akan membayar penggantian harga lahan yang bernilai sekitar 1 Milyar Rupiah bila pengembang menyetujui usul pembayaran itu.
“Umat Islam yang akan membayarnya”, penulis menjawab mantap. Dalam pikiran penulis, Rp. 1.000.000.000 itu hanya butuh 1000 orang yang menyumbang masing-masing 1 Juta Rupiah, tentu diantara sekitar 200 Juta umat Islam Indonesia tidak akan sulit mendapatkannya. Namun sayang seribu kali sayang, pihak pengembang menolak usulan tersebut. Tiada toleransi, Masjid Al-Ikhlas harus di bongkar untuk kepentingan pembangunan proyeknya. Pihak pengembang merasa telah cukup dengan merenovasi Mushalla Al Abrar sebagai pengganti Masjid Al Ikhlas. Bagaimana Jemaah yang berjumlah sekitar 800 orang akan kesulitan untuk menjalankan ibadah Jum’at, bagaimana sedih dan terlukanya perasaan umat Islam bila Masjid Al-Ikhlas diruntuhkan, seolah-olah di jawab pengembang “Itu Bukan Urusan gua Lho...!!”
Kiranya tulisan ini dapat Menggugah Walikota Medan, Drs. H. Rahudman Harahap untuk dapat melobi pihak pengembang agar tidak membongkar Masjid Al-Ikhlas dengan menerima solusi yang penulis usulkan dan telah direspons positif oleh Pangdam I/BB, yaitu menerima penggantian harga lahan Masjid Al-Ikhlas. Semoga solusi itu merupakan pilihan terbaik bagi semua pihak. Insya Allah. Amin…

Sudirman Timsar Zubil
Ketua Umum Forum Umat Islam Sumatera Utara

SYARIAT ISLAM , HAK SEJARAH dan KONSTITUSIONAL UMAT ISLAM INDONESIA

Perjuangan dan peperangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia adalah perjuangan panjang rakyat Indonesia, khususnya Umat Islam Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu
Sejarah membuktikan bahwa Umat Islam berperan sangat besar dalam perjuangan dan peperangan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
Setelah berjuang selama empat dasa-warsa, maka perjuangan dan peperangan untuk kemerdekaan Indonesia mencapai puncak keberhasilannya dengan kekalahan Jepang dari Sekutu ditahun 1942. Persiapan-persiapan untuk kemerdekaan segera dilaksanakan.
Pada saat mempersiapkan kemerdekaan Indonesia, timbul perbedaaan pendapat dari para pemimpin dan wakil rakyat saat itu “ mengenai Dasar dari Negara “ yang akan didirikan, dimana sebagian mengajukan agar negara itu berdasarkan kebangsaan , tanpa kaitan khas pada ideologo keagamaan, dan di pihak lainnya banyak pula yang mengajukan Islam  sebagai dasar Negara
Dari hasil perundingan, diskusi-diskusi dan lobi-lobi di dalam Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) , perdebatan-perdebatan panjang dan sering tajam ini akhirnya membawa kepada suatu “gentlement”s agreement “  ( kesepakatan/ perjanjian bersama ), yaitu disetujuinya PIAGAM JAKARTA atau JAKARTA CHARTER yang ditandatangani pada tanggal 22 juni 1945 oleh Founding Father bangsa Indonesia, “ Ir.Soekarno, Drs.Mohammad Hatta, Mr.A.A.Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Muzakir, H.A.Salim, Mr.Achmad Subardjo, Wachid Hasjim dan Mr.Muhammad Yamin.”
PIAGAM JAKARTA ini kemudian dijadikan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945, dan merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari UUD-1945.
PIAGAM JAKARTA
            Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan per-keadilan ;
Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang Negara Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
            Atas berkat eahmat Alllah Yang Maha Kuasa, dan dengan didorong oleh keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyetakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social, maka disusunlah kemerdekaan Indonesia itu dalam suatu hokum dasar Negara Republik Indonesia yang terbentu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan Rakyat, dengan kewajiban menjalankan Syari”at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujutkan satu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Jakarta,  22 Juni 1945
Ir.Soekarno
Drs.Mohammad Hatta
Mr.A.A.Maramis
Abikusno Tjokrosujoso
Abdul Kahar Muzakir
H.A.Salim, Mr.Achmad Subardjo
Wachid Hasjim
Mr.Muhammad Yamin

MASJID AL IKHLAS SEBELUM DIBONGKAR

MASJID AL-IKHLAS DIBONGKAR

AKTIFITAS MASJID AL-IKHLAS SETELAH DIROBOHKAN

AUDIENSI KAPOLRESTA/3 SEPT 2010

PELANTIKAN FUISU-MEDAN

DAUROH FUI-SU

INVESTIGASI ASAHAN JILID2

BANTUAN KE SUMBAR

sitti iklan

IKLAN